Senin, 23 Juli 2012

SMILE :)

Smile itu Senyum...
Senyum itu Indah...
Indah itu Hidup kita semua guys :)

"I like the way that you smile
I like the way that you laugh
I like the way that you talk
I like the way that you walk
And I just like the way that you are"

Dan dalam awan yang tenang pun, kita masih bisa melihat senyum indah itu :)


Dan ketika kita berharap tentang sebuah cinta yang membuat munculnya sebuah senyuman pada hidup yang penuh dengan alunan music indah


Tetap tersenyum guys dengan apapun yang terjadi :)


Jika kamu merasa sedih dengan setiap masalahmu, kucing ini tetap tersenyum kok untuk menghiburmu :)


Untuk orang yang selalu membuatmu bersedih dan menangis, move on lah karena kamu pasti bisa tersenyum tanpa mereka :)


One finger guys, kamu pasti mampu tersenyum :)


And with two fingers, you can smile to all people :))


Lambaikan tanganmu untuk membantu setiap orang agar selalu menyebarkan senyum indah itu :)





SMILE
it will make you look better
PRAY
it will keep you strong
LOVE
it will make you enjoy life


Hold out your hands and lean upon me anda I'll be the one to make you smile :)


The smile on my face doesn't mean my life is perfect
I just appreciate what I have
And what God has blessed me :)

I love people who can make me laugh,
When I don't even want to smile...

Do what makes you HAPPY
be with who makes you SMILE
LAUGH as much as you BREATHE and
LOVE as long as you LIVE


-AD-

Jumat, 13 Juli 2012

MY BIRTHDAY ON FRIDAY THE 13th !

HELLO GUYS!!!
TODAY IS FRIDAY!
TODAY IS 13 JULY 2012!
AND TODAY IS MY BIRTHDAY !

Dan ini ada sedikit cerita singkat tentang ...


10 Hari Menjelang 1 Tahun Berkurangnya Hidup

               Hoaaammm…
Hari ini udah masuk ke bulan libur mahasiswa ajha. Temen-temen udah pada planning pulang ke kota halaman, bahkan sampai detik ini ada yang sudah tertidur pulas di kasur empuk mereka masing-masing. Sungguh nikmat memang jika pulang ke rumah asal, terus berkumpul dengan keluarga, berjumpa dengan sahabat SMA, bercengkerama dengan tetangga sebelah rumah, ataupun godain bapak tukang bakso yang tiap malem sering lewat di depan rumah. Itu semua adalah hal yang jarang sekali aku lakukan semenjak aku kuliah. Aku adalah salah satu anak rantau dari sekian banyak pemuda-pemudi yang berani mengambil keputusan untuk kuliah di luar kota bahkan di luar pulau sekalipun.

Hari ini bangun tidur, bersyukur bisa melihat sang surya bersinar, ngupdate twitter, terus bingung deh harus berbuat apalagi. Berniat untuk “cuci baju sendiri, makan makan sendiri…”, tapi… bangkit dari tempat tidur, kemudian beres-beres kamar yang semalem berasa seperti kapal pecah sepecah-pecahnya, terus melihat ember berwarna hijau muda cerah, baru menyadari kalau isi dalemnya sudah menumpuk. Tapi apalah daya raga ini, rasa malasku lebih besar dari pada rasa rajinku. Dan akhirnya, menyuci pun ditunda sampai esok hari.

Nonton TV, gak tau apa yang mesti dilakukan. Lihat tumpukan kertas HVS di atas rak buku, dan ingat perbincangan 2 orang temenku di hari kemarin. Akhirnya timbulah niat untuk ‘iseng-iseng corat-coret dengan pensil diatas kertas putih yang beralaskan papan dada coklat itu’. Dan jadilah 3 sketsa wajah, entah siapakah itu, dan tak lupa aku mengabadikannya dan meng-uploadnya di my istagram.

Ideku menggambar sepertinya telah habis, aku tinggalkan kertas-kertas itu, dan berlanjut dengan melihat tumpukan 2 buku hijau besar yang berisikan kertas-kertas folio kosong. Teringat bahwa aku masih ditugaskan oleh salah satu dosen untuk menyelesaikan biodata anak-anak 1 angkatanku. Dan aku pun melanjutkannya dan berharap aku tak menyia-nyiakan waktuku.

Hingga siang hari, aku merasa mengantuk. Dan berpindah dari yang semula berposisi tengkurap di atas karpet, kemudian nomaden ke atas tempat tidurku sembari tidur-tiduran dan melihat acara FTV siang di beberapa stasiun TV. Acara TV nya yaa seperti biasa tentang love, love, dan love.

Bolak-balik hadap kiri hadap kanan berguling-guling, dan aku pun tak bisa tidur. Dan tiba-tiba handphone-ku berbunyi, menandakan temanku telah berada di depan kos dan akan mengembalikan my grey Vario. 

Setelah itu, entah apa yang harus aku lakukan lagi, dan tiba-tiba handphone-ku bergetar dan menandakan ada SMS yang masuk. Dan akhirnya aku harus mengurus kembali tugasku menjadi salah satu panitia penerimaan mahasiswa baru di fakultas. Menyusun job description karena dikejar deadline.

Di saat sore menjelang malam, perasaanku sedikit tak enak. Aku terdiam sejenak, dan ternyata benar, handphone-ku bergetar lagi, dan berisi SMS yang mengingatkan aku tentang malam ini. Malam ini adalah malam Purnama. Orang tuaku tak satupun mengingatkan aku. Aku berusaha memakluminya, walaupun rasa kecewa ini tetap ada. Aku berdoa kepada Tuhan agar malam ini aku tetap diberi ketenangan dan agar aku tetap mampu menghadapi setiap masalah yang Tuhan berikan dengan hati yang lapang dan ikhlas. Setiap panjatan doa itu, aku membayangkan wajah kedua orang tuaku. Terkadang aku kesal dan kecewa terhadap mereka, tapi aku harus menghilangkan perasaan itu, karena aku tidak mau menjadi anak yang durhaka, dan mati menikmati api panas di neraka nanti.


Keesokkan harinya…

Mataku terbuka, dan lagi lagi aku tertidur setelah semalam asyik nge-blog hingga akhirnya layar monitor laptopku padam dengan sendirinya. Waktu menunjukkan pukul 7 lebih. Aku bergegas ke kamar mandi menyelesaikan setumpuk cucian kotorku yang masih menunggu. Segera aku naik ke lantai 3 kos ku dan menjepit satu persatu dari cucianku itu. Sesekali aku menengok ke atas memastikan bahwa awan hari ini benar-benar berwarna biru cerah. 

Lantas aku kembali ke kamar, lalu pergi sarapan. Setelah itu, kembali aku berpikir, akan kemanakah aku hari ini?! Terdiam sejenak… Dan aku pun mengetik sejumlah kata dalam pesan singkat pada Android ku. Berisikan ajakan kepada seorang teman yang inginkah dia menemaniku membeli sebuah baju Polo. Tak perlu menunggu lama, aku bergegas mandi dan bersiap-siap. Ketika akan berangkat, listrik pun padam. Dan bersyukurlah aku tak berada di dalam kos pada saat itu.

Aku pun pergi bersama seorang sahabat ke salah satu store ternama di kota ini. Mencari warna yang sepadan dengan keinginanku, dan tentunya yang sesuai dengan ukuran badanku. Setelah selesai berkeliling, hingga aku dapatkan sebuah baju bergaris berwarna merah berpadu dengan abu-abu tua. Yaaa not bad lah. Semoga saja aku tidak bertemu di kemudian hari dengan orang yang tak sengaja berpakaian sama dengan Polo-ku. 

Hari menjelang sore, seperti biasa aku sempatkan untuk tidur namun tetap saja tak semulus dugaanku. Dan akhirnya aku melanjutkan nge-blog lagi ngeposting gambar-bambar yang berbau black and white in the world. 

Dan sore pun akhirnya menjelang petang, aku melanjutkan kembali aktivitasku bergelut dengan twitter. Aku membaca salah satu tweetan temenku, dan aku pun merespon tweet nya yang ‘seperti itulah’ kiranya. Dengan waktu yang berjarak sekitar 5 atau 10 detik, si doi juga merespon tweet dari salah satu temenku ini. Aku menganggap hal ini biasa saja. Aku berusaha menjaga perasaanku. Dan temenku ini akhirnya merespon kembali tweetan si doi. Namun apa daya, aku kira dia juga akan merespon tweetanku, tapi nyatanya tidak! Jujur aku kecewa. Ini satu hal yang aku tak suka dari dia. MUNAFIK! Aku berusaha untuk  berpikir positif tentang temanku ini. Dia memang baik, anaknya pintar bergaul, ceria, dan mungkin lebih baik dari sifatku. Tapi suatu waktu itu yang mengingatkan aku bahwa dia pernah mengumbar kekecewaannya terhadap si doi, tapi nyatanya sekarang malah berbanding terbalik. Yang awalnya berkata tidak suka, tapi akhirnya ‘suka’. Itu M-U-N-A-F-I-K kan namanya ?!!

Oh ya Tuhan… Maafkan aku telah berpikir buruk tentang temanku ini. Aku hanya tidak suka dengan sikapnya. Apalagi kalau sampai akhirnya dia yang mendapat perhatian lebih banyak dari si doi dibandingkan dengan aku. Maafkan aku yang terlalu egois. Maafkan aku yang mungkin sering tak melibatkan dia dalam pertemananku dengan si doi. Aku cukup tau sifat doi yang dia mungkin tidak suka. Dan aku cukup kebal menghadapinya, tanpa harus mengumbar ketidaksukaanku tentang sifat doi kepada orang lain. Karena itu aku anggap sebagai kekurangan doi yang perlahan-lahan dapat aku perbaiki.


Keesokkan harinya…

Aku kembali bersyukur ketika masih diberi kesempatan untuk membuka mata di hari yang begitu dingin ini. Pagi ini kotaku bersuhu sekitar 18-29̊C. Cukup dinginlah bagiku yang walaupun sudah cukup lama menetap di kota ini. Seperti biasa, selalu muncul dalam benakku apa yang akan kulakukan hari ini. Dalam serangkaian hari libur ini, aku mencoba untuk dapat mengisi waktu liburku dengan sebaik mungkin. 

Aku bangkit dari tempat tidurku yang berhawa cukup dingin, kemudian membuka tirai dan jendela kamarku. Sinar mentari langsung berpanah menghiasi kamarku. Waktu terus berjalan, dan aku pergi untuk sarapan. Setelah selesai sarapan, aku kembali ke aktivitas biasaku yakni membuka twitter. Timeline penuh dengan keadaan kotaku yang begitu dingin dan juga tentang bulan liburan ini. Tak sengaja aku membaca salah satu tweetan temanku, dan aku pun membalasnya. Tanpa direncanakan, segala sesuatunya dapat terjadi. Aku bergegas mandi, dan pergi ke salah satu rumah temanku. Rumah si doi tepatnya.

Salah satu temanku bersama doi berencana untuk take a photo untuk salah satu kegiatan acara di fakultas. Awalnya aku tak ingin ikut, tapi entahlah, daripada aku sendiri di kosan dan tidak tau harus berbuat apa. Kami pun berkeliling komplek dan mencari tempat yang sesuai dengan kehendak sang photographer kedua temanku ini.

Namun alhasil, kami kembali ke rumah. Tempatnya tidak begitu bagus untuk dikaitkan dengan tema kegiatan acara. Setengah jam,, satu jam pun berlalu. Kami memutuskan untuk pergi ke salah satu daerah wisata alami di kotaku ini. Mengendarai my grey Vario seorang diri, sudah biasalah. Naik turun tanjakan turunan dan garis merah menunjukkan banyaknya bensinku pun turun naik.

What a day God!!! Aku bersama mereka, aku senang melihat cara mereka berekspresi mengabadikan segala sesuatu yang Kau ciptakan dengan indah. Aku belajar sedikit banyaknya dari mereka, tentang arti ekspresi, alam, dunia, dan segalanya yang indah dan menarik. Terima kasih Tuhan sudah mempertemukan aku dengan mereka. Semoga mereka pun tak sungkan bersahabat denganku, menghadapi sifat pendiamku, yang tidak selalu bisa ceria ketika kami sedang berhadapan, tapi itulah aku, semoga mereka bisa memahamiku, dan mengerti akan kekuranganku ini.

Hmmm… Di sisi lain, aku seharusnya senang karena dapat menghabiskan waktu dengan doi juga. Tapi mengapa perasaanku selalu saja begini. Aku takut ketika doi harus tau bagaimana perasaanku dan nantinya doi akan pergi menjauh. Itu hal yang sangat aku takutkan ketika dihadapkan dengan perasaan ini yang terlibat dengan temanku sendiri. Namun lambat laun, aku berusaha untuk menganggap semua perasaan ini biasa saja. Aku dan doi memang mungkin akan lebih baik menjadi sepasang sahabat setia. Perbedaan keyakinan ini kadang kala membatasi perasaanku. Akan tetapi, kuserahkan kembali semuanya kepada yang di Atas. 


Keesokkan harinya…

Pagi ini aku terbangun kembali dengan merasakan dinginnya hawa kotaku ini. Bersyukur kembali karena masih bisa merasakan semua sepoi musim angin bergilir dalam jiwaku. Waktu terus berjalan,  dan aku pun masih menggeliat-geliat di atas tempat tidurku tak berselimutkan apapun. 

Tiba-tiba handphone ku bergetar dan ada mesej singkat berisi bahwa teman SMA ku yang sekarang kuliah di Jogja, lagi mampir ke kotaku ini. Bergegaslah aku mandi dan bersiap-siap capcuss ke kontrakan salah satu kawanku. Temu kangen deh akhirnya, walaupun gak seramai yang sebelumnya, but so far so good. Mulai merencanakan ingin pergi kemana kemana dan kemana.

Berangkat dari siang hari, menemani mereka bermain futsal, hingga sore hari. Cukup menyerukanlah… Kemudian lanjut pergi makan yang extra pedas dan hosh hossshhh capcuss lagi pergi nonton The Amazing Spider-Man! Oh a great film!!! Andrew Russell Garfield
 
Hingga larut malam, sebenernya belum biasa sih pulang selarut ini, tapi ya mau gimana lagi. Anak-anak masih ingin jalan lagi, dan akhirnya memutuskan untuk pergi ke daerah yang cukup jauh dari kota dengan cuaca malam yang begitu dinginnya. 

Sampai bingung memikirkan harus dimanakah malam ini aku bersama kawan wanitaku. Tidak mungkin kan kami bergabung semalam ini dengan kawan-kawan priaku. Apa kata tetangga ?! Dan akhirnya kami pun sepakat untuk balik dari tempat kita ‘nongkrong’ malam ini sehabis subuh. 

Kembali dari tempat nongkrong, mereka mengantar aku dan kawanku kembali ke peradaban yang sesungguhnya. Pintu pagar masih tertutup rapat, penghuni belum ada yang bangkit, dan sepi. Tapi, jarang-jaranglah bisa seperti ini. Jalan-jalan sampai pagi. Dingin-dingin pakai sepeda motor berkeliling. Seru! 

Kebersamaan itu memang tak ada tandingannyalah. Apalagi dengan sahabat lama. Menghabiskan waktu, bercerita, bermain, dan lain sebagainya. Lambat laun waktu kita untuk bersama memang akan terus berkurang, karena jalan hidup kita sudah berbeda untuk menggapai cita-cita. Aku harap kita bisa saling support dangan segala sesuatu yang kita lakukan dan yang bersifat positif tentunya.


Lanjut keesokkan harinya…

Inginnya sih melanjutkan tidur yang tidak sempat kujalani semalam. Hanya berlangsung sekitar 4 jam saja. Tidur yang singkat. Tapia pa mau dikata, aku harus melanjutkan kegiatanku hari ini, karena aku kebagian jadwal untuk magang di klinik hari ini. 

Sebelumnya, aku pergi sarapan terlebih dahulu, kemudian barulah capcus ke klinik. Agak telat sih, ya tapi tak apalah. Sesampainya di klinik, langsung dapat pasien. Ada yang menitipkan 2 ekor kelincinya untuk dimandikan. Bersyukurlah aku karena hariku ini tak sia-sia. Lanjut untuk pemeriksaan awal, kemudian menyiapkan air hangat, daannnn mandiii. Bersyukur kalau mendapatkan pasien yang tidak terlalu aktif dan agresif. Dalam memandikannya pun jadinya lebih ringan. Sudah selesai dimandikan, kemudian dikeringkan, dan segeralah aku pergi mengantarkan kelinci-kelinci yang sudah harum mewangi itu. 

Dan tak lama kemudian, datang lagi 2 ekor kucing yang lucu dan cukup besar. Segeralah kami memeriksa dan memandikannya, segera mengeringkan karena melihat hari yang sudah mulai sore juga. Kami hanya dapat menyelesaikan 1 dari 2 ekor kucing tersebut untuk dimandikan, untuk kucing satu lagi akan dilanjutkan esok hari.

Bukan bermaksud untuk pamer, tapi inilah hariku. Bersyukur aku dapat membantu mendatangkan rejeki di klinik. Mungkin juga karena faktor weekend, mangkanya ramai. 

Segala sesuatu yang dijalani dengan ikhlas itu pasti baik kok hasilnya. Jangan pernah menyesali segala sesuatunya. Karena kita disini hanya dapat merencanakan, sisanya kita kembalikan lagi kepada yang di Atas.


Keesokkan harinya…

Aku kembali bangun pagi. Sebenarnya ingin bangun menjelang jam 8an begitu, tapi apa mau dikata, aku harus bangun jam 6 tepat kemudian masuk ke kamar mandi dan membasahi rambutku dan dicuci bersih dengan menggunakan air yang so cold mameeen…

Setelah rapi dan bersih dan memakai parfum cukup banyak, aku pun pergi menjalankan aktivitas rutinku di minggu awal setiap bulannya. Aku pergi ke salah satu daerah yang biasa digunakan untuk acara Car Free Day. Seperti namanya, “Car Free Day” no motor-cycle, no pollution. 

Bulan ini CFD nya berlangsung di minggu kedua, karena minggu pertama bertepatan dengan HUT Bhayangkara, dan target utama aku datang ke CFD ini tidak ada. Target utama nya adalah melihat Dog On The Road haha. Dengan wajah sedikit lesu ditemani dengan udara pagi yang cukup dingin, aku berjalan bersama 2 orang temanku. Menunggu sekitar 15 menit, akhirnya mereka pun datang. Tak lama, aku pun berjalan-jalan dengan seekor anjing Labrador bernama Jasmine. She looks so beautiful, walaupun sedikit bau karena belum dimandikan. Tidak menyangka, baru 2 bulan tidak bertemu saja, dia terlihat begitu lincah dan semakin besar. Jasmine terlihat lebih aktif. 

Waktu terus berjalan, aku bertemu dengan seorang pria pelatih anjing disana yang awalnya aku suka haha. But lama-kelamaan aku mencoba untuk biasa saja. He look so sweet, mirip Dion Idol kalau dipantengin dalam-dalam.

Menghampiri jam 10 pagi, aku pun segera pergi karena aku harus melanjutkan menjaga klinik hewan milik dosenku. Ternyata, tidak seperti hari kemarin, hari ini klinik pun sepi tidak ada pasien yang datang. Hingga sore pun tiba dan aku pun kembali pulang.

Sesampainya di kos, aku menghampiri kawan kos ku yang akan kembali ke Lombok hari ini. Aku cukup sedih karena aku merasa aku sendiri yang masih menetap di kota ini. Semua temanku bersama-sama menggunakan bus hingga pulau yang indah tepat ku dibesarkan itu. 

Hampir meneteskan air mata, tapi untungnya tidak jadi. Aku benar-benar sedih, Tuhan. Andai saja aku tidak mengalami cobaanmu ini, aku akan kembali ke kampong halamanku, pasti. Bertemu dengan kawan SMA ku, dan tentu saja merayakan hari lahirku yang ke sekian bersama dengan mereka.

Terkadang aku diberi pertanyaan, “Mengapa kamu belum pulang?”. Apa yang harus aku jawab ?! Aku bingung. Aku malu. Sudahlah lupakan saja masalah ini. Walupun sulit dan aku belum tau bagaimana ujung dari permasalahan ini.


Keesokkan harinya…

Hari ini tidak ada sesuatu yang cukup berarti. Aku menghabisku waktuku seharian di kamar. Hibernasi hingga siang dan begitu nyenyak dan adeeemmm. 

Kemudian aku bingung harus mengerjakan apa. Aku buka laptopku dan akhirnya aku menonton film Marley & Me. Film tentang seekor anjing Labrador yang begitu lucu dan pintar dan tentunya setia dengan majikannya.

Hingga malam, aku pergi membeli makan, dan melanjutkan menonton TV. Dan tiba-tiba handphone ku pun bergetar dan ada mesej singkat masuk. Mesej itu ternyata berisi bahwa nilai-nilai mata kuliah ku sudah ada yang keluar. Aku pun mencoba tenang dan berusaha untuk sabar melihatnya. Aku terima apapun yang terbaik yang Tuhan berikan untuk semester ini. Ternyata awal yang cukup bagus, dan semoga hingga akhir tidak akan mengecewakan. Aku tetap berharap semuanya yang terbaik, terbaik untuk aku, dan tentunya terbaik untuk orang tuaku. 


Keesokkan harinya…

Hari ini masih sama saja dengan hari kemarin. Aku menghabiskan waktu seharian di kamar. Makan, nonton, berbaring di kasur. Lengkap sudah metabolisme lemak ku liburan ini. 

Hingga siang tiba, terus menjelang sore, dan sama saja. Aku terbangun, tertidur, ke kamar mandi, menyalakan TV, sama sajalah.

Hingga malam aku mendapat kabar kembali bahwa sebagian nilai ku telah ada yang keluar lagi. Aku pun mencoba tenang, berharap perlahan-lahan ini akan menjadi yang terbaik buat aku dan orang tuaku nanti.


Keesokkan harinya…

Hari ini aku terbangun kembali. Berharap ada suatu kegiatan yang dapat aku kerjakan hari ini. Terus menjelang siang, aku melanjutkan tugas dari seorang dosen mudaku menyelesaikan biodata teman-teman satu angkatan. Menulis dan menempelkan foto mereka satu persatu hingga siang. Dan akhirnya aku pun bobo ciang.

Menjelang sore, aku tetap dag dig dug seerr melihat perkembangan nilai-nilaiku. Dan hingga akhirnya, salah satu kawanku mengajak aku melepas penat nongkrong di luar malam-malam. Pergilah akhirnya aku bersama tiga orang kawanku hingga larut malam. Udara dingin selalu menyelimuti kota ku yang indah ini. Dan hingga akhirnya aku sampai di kamar dan tertidur pulas.


Keesokkan harinya..

Aku terbangun kembali. Dan mengingat bahwa hari ini adalah hari ulang tahun ayahku. 

“Happy Birthday Dad. I Love You. And Hyang Widhi always bless you…” 

Hanya itu kata-kata yang dapat aku ucapkan. Semoga di umur Beliau yang kesekian ini, Beliau selalu diberi kesehatan yang melimpah dan kekuatan untuk bertahan dengan keadaan rumah tangga yang sedang diuji ini. Aku selalu berharap yang terbaik untuk Beliau, walaupun aku tahu Beliau sudah salah dalam mendidik anak-anaknya menjadi yang sepatutnya seorang ayah lakukan. 

Aku tidak men-judge ayahku seperti yang orang katakan. Tapi jika kenyataannya seperti itu dan aku sebagai anak merasakan langsung akibat buruk dari yang Beliau lakukan, apa mau dikata, apa yang harus aku lakukaann ?!

Untuk tahun ini, aku memanjatkan beribu terima kasih kepada Sang Hyang Widhi sebagai Tuhanku. Terima kasih atas segala cobaan dan keajaibannya di tahun ini. Semoga nilai ku di semester ini dapat menjadi hadiah terindah untuk ayah serta juga aku. Tetap jaga hati ini jika mendapat keajaiban dan kepuasan dari Tuhanku. Tetap lapangkan dadaku untuk tidak selalu aku busungkan dihadapan orang lain. Jadikan segala pelajaran yang buruk untuk membangun masa depan ku yang cerah.


Dan 'Keesokkan harinya'...
'Hari ini' adalah...
Hari jadiku yang ke-19 tahun :)))


Hari ini tidak cukup spesial, karena sama saja dengan hari biasa.
Aku stay di Malang, dan tak ada banyak manusia disini.
Menghabiskan hari ini benar-benar sendirian.
Terfikir untuk meniup lilin dan make a wish sendirian tapi nyatanya gak jadi.
Iseng-iseng malah dapat foto ini.






Cupcake di atas cuma bisa aku pandangi saja,
Tidak seperti tahun lalu yang aku dapat habiskan hari jadiku dengan orang-orang tersayang dan meniup lilin angka 18 itu...


Tapi apapun yang terjadi hari ini, aku harus senantiasa bersyukur.
Kurang baik apa Tuhan dengan aku.
Dibalik kesepian ini, aku diberkati Tuhan mendapatkan IPK yang cumlaude :)
Thankyou God :)
Aku berusaha untuk tidak menyesalinya, walaupun aku belum sepenuhnya merasa puas :"


Once again, 
THANKYOUU MY SANG HYANG WIDHI WASA :)

Oiya dan satu lagi.
Karena hari jadiku ini bertepatan dengan tanggal 13 di hari Jumat,
Aku tidak menganggap buruk tentang hari dan tanggal ini.
Walaupun banyak orang sering mengaitkan angka ini dengan misteri dan kesialan, tapi aku bangga dengan angka ini sebagai angka keberuntunganku.

"FRIDAY THE 13th ?? 
SIAPA TAKUT!!!"


-AD-

Senin, 09 Juli 2012

SURAT TERAKHIR DARINYA !


“Baiklah teman-teman, selamat bergabung di ekskul teater SMU Harapan Bangsa tahun ini. Semoga teman-teman bisa bekerja sama menjadikan ekskul teater ini agar tetap menjadi yang terbaik”, itulah sambutan terakhir Handika Pradana, ketua ekskul teater SMU Harapan Bangsa di tahun ajaran baru ini. 
“Kak Dika !” teriak Vika. “Mohon bantuannya ya, Kak. Aku sama temen-temen masih baru disini. Semoga kakak bisa membimbing kami untuk tahu bagaimana caranya menjadi pemain teater yang sesungghnya”, lanjut Vika sedikit malu karena berbicara dengan kakak seniornya dalam ekskul ini.
“Oh, kamu Vika kan ? Kakak juga mohon bantuan sama kalian semua disini. Karena untuk bisa membuat sesuatu yang baik, kita juga harus bisa saling bekerjasama agar dapat mencapai sesuatu yang memang telah kita harapkan itu. Jadi, kita disini harus dapat saling mengisi kekurangan-kekurangan yang kita punya”, kata Kak Dika dengan sosoknya yang sangat bijaksana.
Kata-kata yang diucapkan Kak Dika semakin membuat Vika tak berdaya. Dia sangat perhatian dan bijaksana sekali. Sebenarnya dialah salah satu orang yang memotivasi Vika untuk bergabung ke dalam ekskul teater ini. 
Vika Novelia, murid baru lulusan salah satu SMP di kota Surabaya yang sekarang memberanikan diri untuk bisa masuk ke salah satu SMA terfavorit di kota pahlawan ini. Vika nggak menyangka akan menjadi salah satu siswa Harapan Bangsa yang kemudian dipertemukan dengan orang seperti Kak Dika. Vika bersyukur banget. Thanks God !

***

Siang harinya, sepulang sekolah, Vika bertemu lagi dengan Kak Dika. Jantungnya mulai derdetak nggak karuan.
”Hai, Vik ! Sendirian aja ? Mana temen-temenmu ?” sapa Kak Dika.
”Oh, hai juga, Kak. Ia, Vika pulang sendiri. Temen-temen tadi udah pulang duluan”, jawab Vika deg-degan.
”Mau kakak anter ?” tanya Kak Dika.
Oh My God ! Kak Dika mau nganterin aku pulang.
”Tiiin...Tiiin.....”, suara mobil itu pun menghancurkan lamunan Vika yang sedang membayangkan seandainya ia diantar pulang oleh sang pangerannya itu.
”Maaf, Kak. Vika udah dijemput duluan. Lain kali aja ya Kak. Maaf banget”, ucap Vika sambil terburu-buru masuk ke dalam mobil Jazz berwarna hitam pekat itu.
Vika nggak menyangka bahwa yang saat itu menjemputnya adalah papanya. Padahal Vika sudah berharap bahwa yang menjemputnya itu adalah Mas Parno, supir kesayangan papanya yang telah mengabdi selama 5 tahun pada keluarganya.
”Siapa cowok itu, Vik ?” tanya Papa Vika tegas.
”Cowok yang mana, Pa ??” Vika bertanya kembali saking gugupnya.
”Cowok yang bersamamu di pintu gerbang itu. Siapa dia ? Pacarmu ???” tanya Papa lagi.
“Oh itu... Bukan, dia bukan pacar Vika, Pa. Dia itu ketua ekskul teater yang sekarang Vika ikutin”, jelas Vika.
”Ooo begitu. Yang penting, papa nggak mau kamu pacaran dulu sebelum sekolahmu selesai. Papa nggak mau denger nilaimu di sekolah jadi hancur”, kata Papa.
”Oke deh, Pa. Tenang aja. Aku pasti akan banggain papa. Walaupun mama sekarang udah nggak ada, tapi aku juga janji akan buat mama bangga dan seneng di Surga sana“, ucap Vika haru.
Jazz hitam itu pun akhirnya beranjak dari sekolah dan meninggalkan sosok Kak Dika yang masih berdiri tegak di samping motor bluewhite kesayangannya itu. 


***

“Vik ! Temenin papa makan di luar yuk. Hari ini papa lagi pengen banget nyicipin masakan Padang”, kata papa nggak sabaran.
”Beneran nih, Pa ? Wah, Vika mau banget. Udah lama banget juga kita nggak makan di luar. Bentar ya, Pa, Vika ganti baju dulu”, ucap Vika segera masuk kamar.
Sesampainya di Restoran Padang langganan mereka......
”Pa,, aku ke toilet sebentar ya ?!” kata Vika yang saat itu kayaknya udah kebelet banget.
”Ya udah sana, jangan lama-lama, ntar makanannya keburu dingin”, ujar papa.
Lima menit kemudian Vika keluar dari toilet. Vika merapikan baju yang ia kenakan. Dan ketika menoleh ke meja yang ada di depannya.....
”Hai, Vik !” sebuah suara menyapanya dan sepertinya suara itu nggak asing lagi di telinganya.
Vika pun menoleh ke sumber suara.
”Kak Dika ???” Vika terkejut melihatnya. Ia nggak menyangka bakalan ketemu Kak Dika di tempat seperti ini. Tapi....
”Sendirian aja, Vik ?” tanya Kak Dika.
”Mmm..mmm.. nggak kok, Kak. Vika dateng sama papa”, jawab Vika. ”Kakak ?” tanya Vika sambil melihat cewek yang bersama Kak Dika itu. 
”Ooo ia, kenalin ini Vanya”, ucap Kak Dika memperkenalkan cewek yang sedang bersamanya itu.
”Vanya.”
”Vika.”
Vika sedikit jelous ketika ia berkenalan dengan Vanya.
”Kalo begitu Vika kesana dulu ya. Have fun ya, Kak”, kata Vika segera kembali ke meja tempat papanya menunggu. 
”Vika ! Kenapa kamu lama sekali ke toiletnya ? Papa cape’ nunggu kamu disini sendirian”, kata papa Vika kesal.
”Pa,, jangan ngambek gitu donk. Tadi toiletnya rame banget, jadi Vika harus ngantri”, ucap Vika sedikit berbohong kepada papanya. ”Ya sudahlah. Ayo kita makan, Pa. Vika udah laper nih”, lanjut Vika.
Akhirnya mereka dapat mencicipi masakan Padang kesukaan papanya itu bersama-sama. Papa Vika kelihatan lahaaap sekali. Sedangkan Vika hanya memainkan sendok dan garpu yang ia pegang. Vika kayaknya bener-bener cemburu deh melihat Kak Dika yang sedang berduaan dengan Metta.
”Vik, ayo dong dimakan makanannya. Jangan dipandangin aja. Ntar kamu sakit lagi kalo nggak makan”, ucap papa perhatian.
”Ia,, ia,, Pa. Nih juga Vika baru mau makan”, kata Vika mengalihkan pandangannya dari meja Kak Dika.
Setelah Vika dan papanya selesai makan, mereka pun akhirnya pulang. Vika kecewa karena ia melihat meja yang tadi dipakai Kak Dika udah kosong. Mereka pasti udah pulang duluan. Dalam benak Vika, Kak Dika sekarang pasti lagi asyik-asyiknya jalan-jalan berdua dengan pacarnya itu. 
”Vik, jangan melamun aja. Ayo kita pulang”, kata papa.
”Ia, Pa. Ayo kita pulang. Vika juga udah ngantuk”, ucap Vika sambil menguap.

***

Pagi harinya....
”Pa, ayo cepetan ! Entar Vika telat !” kata Vika sambil melahap roti yang ada di meja makan. Maklumlah Bi Ina, pembantu Vika, lagi pulang kampung bersama dengan Mas Parno. Jadi, nggak ada yang sempet masak di rumah.
”Ia, tunggu sebentar. Vika duluan saja ke mobil. Papa sebentar lagi selesai”, kata papa tergesa-gesa.
Sekitar sepuluh menit kemudian, papa Vika nggak keluar juga. Vika cape’ menunggu di mobil. Dan akhirnya, Vika pun memutuskan untuk nggak berangkat bersama dengan papanya.
”Pa ! Vika berangkat duluan aja ya ! Vika takut terlambat. Dah papa ”, teriak Vika dari luar rumah.
”Vika tunggu......”, saat papa Vika keluar, ternyata Vika benar-benar udah berangkat duluan. Papa Vika pun akhirnya berangkat juga ke kantornya.
Sesampainya di sekolah,,,
”Pak !!! Tunggu sebentar ! Jangan ditutup dulu”, teriak Vika nggak telalu jauh dari pintu gerbang sekolah.
”Vika...Vika...Kamu ini kok tumben banget telat datang ? Biasanya kamu selalu dateng lebih awal dari ini khan ?!” kata Pak Satpam. ”Tapi maaf. Kamu nggak bisa masuk. Kamu udah telat sekitar limabelas menitan”, lanjut satpam sekolah.
”Brrrmmm...Brrrmmm...”, tiba-tiba ada suara motor yang datang.
”Apa kamu mau menunggu sendirian disini sampai jam pulang tiba ?” kata seseorang yang mengendarai motor itu. Ketika ia membuka helm yang ia kenakan,,
”Kak Dika ??? Kak Dika telat juga ? Gimana nih Kak ? Kita nggak diijinin masuk sama Pak satpam”, seru Vika.
”Nggak apa-apa kok. Ayo cepet naik. Kita pergi aja. Kamu mau nunggu sendirian di depan gerbang sekolah kita tercinta ini ?” ajak Kak Dika sambil berlelucon sedikit.
Tanpa pikir panjang, Vika pun memenuhi ajakan Kak Dika. Mereka memberanikan diri pergi di saat jam pelajaran sedang berlangsung dan mereka pun juga masih mengenakan seragam sekolah.
”Kak Dika ! Kok berani sih jalan-jalan waktu masih sekolah begini ?” tanya Vika di tengah perjalanan.
”Di berani-beraniin aja”, jawab Kak Dika singkat.
“Ih kakak... Vika serius tau. Vika takut nih”, ucap Vika gugup.
”Tenang aja, Vik. Kakak udah biasa kok kayak begini. Kalau kakak telat sekolah, pasti kakak pergi ke suatu tempat”, jelas Kak Dika.
”Memangnya sekarang kita mau kemana ?” tanya Vika deg-degan.
”Lihat aja ntar. Kamu pasti seneng melihat tempat seindah itu”, jawab Kak Dika semakin membuat Vika penasaran.
Dua puluh menit kemudian, mereka pun sampai di suatu tempat yang hawanya sejuuuk banget. Kak Dika bilang, tempat ini adalah milik tantenya. Oleh karena itu, Kak Dika sering banget main-main kesini kalau-kalau pikirannya lagi suntuk atau disaat nggak ada kerjaan. Vika pun diajak berkeliling di sekitar tempat itu. Vika diajak naik kuda berkeliling kebun teh. Melihat suasana yang benar-benar sepi sunyi dari atas bukit. Dan sesudah itu, mereka menyempatkan untuk membeli jagung bakar yang ada di sekitar sana. Mereka pun sepertinya sangat menikmati suasana bahagia yang sedang menyelimuti mereka. 
”Vik, kamu seneng nggak kakak ajak kesini ?” tanya Kak Dika halus.
”Vika seneng banget, Kak. Sepeninggal mama, Vika nggak pernah ngerasain hari-hari sebahagia ini”, jawab Vika bahagia.
”Bagus donk kalau begitu. Kakak juga seneng bisa ngelihat kamu sebahagia ini”, ucap Kak Dika.
Vika tersipu malu.
”Oia Kak, kakak telat gara-gara semalem pergi sama pacarnya ya ?” tanya Vika penasaran.
”Pacar ?? Pacar yang mana ?” tanya Kak Dika heran.
”Vanya itu lho, Kak. Masa’ pacar sendiri nggak diakuin”, kata Vika.
”Ooo Vanya... Dia bukan pacar kakak lagi. Dia itu kakaknya kakak yang baru kembali dari Malaysia. Kemarin dia lagi pengen banget makan masakan Padang, jadi kakak ajak saja dia kesana”, jawab Kak Dika sambil melahap jagung bakar yang ia makan.
”Kakak ?? Vika pikir dia pacar kakak”, ucap Vika lega karena mengetahui bahwa Vanya itu bukan pacar Kak Dika.
”Haha.. Kamu ini bisa saja”, tawa Kak Dika yang pada saat itu membuat hati Vika semakin bahagia.
”Krriiiiiing....krriiing....”, HP Vika berbunyi.
”Hallo, Pa. Ada apa ?”, Vika menjawab telepon dari papanya.
”Vik, sepertinya nanti papa nggak bisa jemput kamu. Papa masih ada meeting di kantor”, kata papa Vika.
”Oo ia dah, Pa. Biar ntar Vika pulang sama temen aja”, kata Vika sedikit kecewa.
”Baiklah, Vik. Jaga diri baik-baik. Sampai ketemu di rumah ya”, kata papa sambil menutup teleponnya.
”Siapa, Vik ?” tanya Kak Dika.
”Tadi papa yang nelpon. Papa bilang dia masih ada kerjaan di kantornya. Kak, nanti anterin Vika balik ke sekolah lagi ya. Vika nggak bisa dijemput papa sekarang, jadi Vika mau nebeng sama temen. Hehe”, ucap Vika sambil tersenyum.
”Kalau begitu kakak aja yang anterin kamu pulang. Gimana ?” tanya Kak Dika.
”Apa nggak ngerepotin ?” Vika balik tanya.
”Nggak kok. Kakak nggak ngerasa direpotin”, jawab Kak Dika tersenyum kepada Vika.
”Oke deh kalau begitu. Makasi banyak ya, Kak. Vika nggak tau harus membalasnya dengan cara apa”, ucap Vika.
”Ia sama-sama. Kakak juga seneng kok bisa membantu kamu”, kata Kak Dika yang lagi-lagi membuat hati Vika semakin gimanaaa gitu.
Kebersamaan mereka saat itu membuat mereka larut dalam suasana bahagia. Hingga akhirnya mereka nggak sadar bahwa jam sudah menunjukkan pukul 14.30 WIB. Vika pun khawatir bila nanti ia telat sampai rumah dan hal itu diketahui oleh papanya.
”Kak Dika,, kita pulang sekarang yuk. Vika takut papa marah kalo’ Vika belum sampai di rumah jam segini”, kata Vika khawatir.
”Tapi khan papamu nggak ada di rumah. Katanya papamu masih ada di kantor ?!” kata Kak Dika.
”Ia, Kak. Papa emang nggak ada di rumah, tapi Vika khawatir kalau nanti papa nelpon Vika, terus Vika belum ada di rumah”, ucap Vika.
”Ya udah deh. Ayo kakak anter kamu pulang”, kata Kak Dika sambil beranjak dari duduknya.
Kak Dika pun menghidupkan motornya dan mengajak Vika naik. Vika bener-bener menikmati hari ini. Ia nggak menyangka akan bisa melewatkan hari ini berdua bersama Kak Dika. Di tengah perjalanan....
”Krriiing..krrriiing...”, HP Vika berbunyi lagi.
”Ia, Pa. Ini Vika lagi di jalan. Sebentar lagi sampai kok”, kata Vika sedikit berbohong kepada papanya.
”Ya sudah kalau begitu. Papa cuma mau pastiin aja kalau kamu udah sampai di rumah atau belum”, kata papa.
”Tenang aja, Pa. Vika pasti sampe’ di rumah dengan selamat deh. Sampai ketemu di rumah ya, Pa”, ucap Vika.
Hampir aja Vika dimarahi oleh papanya. Untung aja Vika bisa mengatasi semuanya.
”Papamu ya ?” tanya Kak Dika.
”Ia, Kak”, jawab Vika.
”Maaf ya, Vik. Kakak nganterin kamu pulang agak telat”, kata Kak Dika nggak enak hati.
”Nggak apa-apa kok, Kak. Vika malah yang makasi sama kakak karna udah diaterin pulang sama kakak”, kata Vika berterima kasih kepada Kak Dika.
Sesampainya mereka di rumah, ternyata Papa Vika juga belum tiba di rumah. Pikir Vika, pasti papanya pulang agak telat hari ini. Vika sudah biasa melihat papanya begini. Vika tahu papanya sangat sibuk, meskipun sesekali papanya berusaha untuk meluangkan waktu untuk dirinya. Tapi itu semua dilakukan hanya demi anaknya yang tersayang itu. Maklum,,, Vika anak tunggal. Waktu mamanya masih ada, Vika sering banget dimanjakan oleh kedua orang tuanya. Tapi Vika nggak semudah itu larut dalam kemanjaan yang ia dapatkan. Ia selalu berusaha untuk menjadi anak yang mandiri. Tidak selalu bergantung pada orang tuanya. Vika ingin membuktikan bahwa ia bisa menjadi orang yang lebih baik di mata keluarganya, teman-temannya, bahkan lingkungan sekolahnya.
”Makasi banyak ya, Kak, udah mau anterin Vika pulang. Mau masuk dulu ?” tanya Vika.
”Nggak usah deh, Vik. Makasi juga. Kakak masih ada urusan yang harus diselesaiin dulu. Sampai ketemu besok yah”, jawab Kak Dika sambil berpamitan kepada Vika.
”Ooo ya udah kalau begitu. Hati-hati di jalan ya, Kak”, kata Vika.
”Bye...”, ucap Kak Dika melambaikan tangannya.
”Oh My God ! Mimpi apa aku semalam. Kayaknya aku nggak mimpi apa-apa deh. Tapi kenapa aku bisa sampai berduaan sama pangeranku seharian ini”, pikir Vika dalam benaknya.

***

”Vik, bangun !!! Udah pagi nih. Ntar kamu kesiangan ke sekolahnya”, kata Papa sambil membuka jendela kamar Vika dan beliau pun datang dengan menggunakan sebuah celemek di badannya.
”Huuuuaaaheeemm.....”, Vika menguap sambil melihat jam di HandPhone-nya.
”Wah,,,udah jam 6.15 nih. Jangan sampai aku telat lagi kayak kemarin. Dan semoga saja papa nggak tau kalo’ sebenernya kemarin itu aku terlambat”, kata Vika dalam hati.
Vika pun bergegas pergi mandi dan bersiap-siap. Kali ini Vika nggak bakalan telat lagi. Karena sekarang Vika diantar oleh papa tercintanya itu.
”Belajar yang baik ya, Vik”, kata papa sambil menyodorkan tangannya untuk disalami oleh Vika.
”Oke deh, Pa. Tenang aja. Hati-hati ya, Pa“, kata Vika yang kemudian turun dari Jazz hitam milik papanya itu.
Vika pun masuk melalui pintu gerbang sekolah, kemudian melewati lorong-lorong di depan kelas yang sedang dipenuhi banyak orang. Sepuluh menit kemudian bel pun berbunyi. Vika dan teman-temannya segera menuju ke meja masing-masing. Pak Hartono, guru matematika, segera memulai pelajarannya.
Di saat pelajaran sedang berlangsung,, Dina Fatturi, ketua OSIS Harapan Bangsa datang dan memasuki kelas Vika sambil membawa sebuah kotak berlapis kertas hitam. Kak Dina pun meminta izin Pak Hartono untuk menyampaikan sebuah informasi penting kepada seluruh siswa kelas X¬¬A ini.
”Selamat pagi teman-teman”, kata Kak Dina mengawali pembicaraannya.
”Hari ini saya ingin menyampaikan sebuah berita duka. Salah satu kakak kalian, Handika Pradana siswa kelas XI IPS, telah berpulang ke ramatullah. Ia mengalami kecelakaan kemarin sore. Diharapkan teman-teman dapat memberikan sumbangan seikhlasnya”, lanjut Kak Dina.
”Apa !!!” teriak Vika bangkit dari duduknya. Vika sama sekali nggak percaya semua ini akan terjadi. Padahal hari itu mereka habiskan berdua dengan rasa bahagia. Tapi kenapa kebahagiaan yang ia rasakan begitu cepat berlalu.
”Tenang, Vik. Ikhlaskan dia. Ini sudah jalan Tuhan, dan nggak ada orang yang bisa menyalahkan kehendak-Nya”, ucap Nita menenangkan Vika.
”Tapi kenapa dia pergi secepat itu ? Aku nggak percaya ini akan terjadi pada Kak Dika ! Dia baik padaku. Dia juga baik pada semua orang. Tapi kenapa Tuhan ambil nyawanya begitu cepat ???” kata Vika sambil meneteskan air matanya.
“Sudahlah, Vik. Kalau kamu masih seperti ini, masih nggak mengikhlaskan dia pergi, Kak Dika malah nggak bisa tenang disana”, kata Nita kembali menenangkan Vika.
Tidak beberapa lama kemudian, Vika pun mencoba menenangkan dirinya. Ia mencoba untuk tidak meneteskan air matanya lagi. Ia berharap semoga Kak Dika bisa tenang di alam sana. Vika nggak akan pernah ngelupain hari-hari yang telah mereka lewati berdua. Hari itu merupakan hari yang berarti bagi Vika karena hari itu pertama kali mereka jalani berdua. Akan tetapi, hari itu juga merupakan hari terakhir untuk mereka bertemu. 
Sepulang sekolah, ternyata Vika udah ditunggu oleh Jazz hitam yang biasa menjemputnya. Ketika ia melewati gerbang sekolah, Vika teringat kembali akan Kak Dika. Pertama kali Kak Dika menawarkan untuk pulang bersama Vika ya di gerbang ini. Vika nggak bisa melupakannya secepat itu. Tapi Vika tetap bertahan untuk nggak meneteskan air matanya lagi, karena ia takut akan ditanyai macam-macam oleh papanya.
”Loh Mas Parno ???” Vika terkejut ketika membuka pintu mobilnya.
”Ia Non Vika. Tadi pagi Mas Parno udah kembali dari kampung sama Bi Ina”, kata Mas Parno.
”Mmmm.. Kalau begitu.... Tunggu sebentar ya, Mas Parno”, kata Vika terburur-buru turun dari mobil.
Entah apa yang ada di benak Vika saat itu. Vika segera turun dari mobil dan pergi menuju ruang Tata Usaha. Disana ia bertemu dengan Pak Fuad, orang yang mengurus seluruh data-data siswa SMU Harapan Bangsa. Segera saja Vika menanyakan alamat Kak Dika kepada Pak Fuad. Setelah mencari-cari sekitar lima menitan, akhirnya Pak Fuad mendapatkan alamatnya dan memberikannya kepada Vika. Vika pun berterima kasih pada Pak Fuad dan segera kembali ke mobil.
”Mas Parno,, tolong antarkan Vika ke alamat ini ya. Mas Parno tau kan ?” tanya Vika.
”Sepertinya Mas Parno kenal daerah ini. Coba saja kita cari dulu ya, Non”, jawab Mas Parno sembari menyalakan mobilnya dan segera menuju rumah Kak Dika.
Di perjalanan, Vika masih saja nggak percaya bahwa Kak Dika udah nggak ada. Hampir saja dia meneteskan air matanya lagi. Setengah jam kemudian, Vika sampai di alamat yang dituju itu. Disana terlihat banyak orang yang memakai baju berwarna hitam dengan wajah yang diselimuti kesedihan. Vika pun akhirnya masuk ke rumah itu seorang diri dan bertemu dengan ibunda Kak Dika. Beliau sangat terpukul sekali melihat kepergian Kak Dika yang begitu cepat.
“Tante yang tabah ya. Vika turut berduka cita atas kepergian Kak Dika”, kata Vika turut sedih.
Kakak perempuan dari Kak Dika yang duduk di sebelah bundanya juga nggak bisa menahan kesedihannya. Ia terus meneteskan air matanya. Hingga akhirnya, ia membisakan dirinya untuk menghampiri Vika.
”Bisa ikut kakak keluar sebentar nggak ?” tanya kakak Kak Dika itu.
”Oh ia, Kak.”
Vika pun bingung kenapa Kak Vanya, kakaknya Kak Dika, mengajaknya keluar menuju teras luar. Vika nggak segan-segan untuk bertanya, ”Ada apa, Kak ?”
”Kakak cuma mau memberikan ini”, ucap Kak Vanya sambil memberikan sepucuk surat yang ia keluarkan dari saku bajunya.
”Ini surat apa, Kak ?” tanya Vika lagi.
”Kamu baca saja dulu. Kakak juga nggak tau siapa tujuan pasti dari surat ini”, kata Kak Vanya.
Vika pun segera membuka surat itu dan membacanya.....

Untuk seseorang yang ada di hatiku,
Maaf jika selama ini aku hanya bisa terdiam
Memandangi sosok dirimu yang bisa terangi hariku
Menjauhkanku dari segala kegelapan yang kurasakan
Terdiam bukan artinya membisu
Tapi mungkin dalam kebisuan itu 

Ada maksud hatiku yang tak bisa kuungkapkan padamu
Mungkin lewat surat ini 
Kau bisa mengerti apa yang kurasakan saat ini
Bahagia karena berjumpa denganmu
Dan bersedih jika kau pergi dari hidupku

HP_VN

Vika semakin larut dalam kesedihannya setelah ia membaca surat milik Kak Dika. Tapi apakah benar inisial nama di pojok kanan bawah itu adalah nama Vika Novelia ?!
Vika nggak percaya jika surat itu ditujukan untuknya. Ternyata selama ini Kak Dika juga mempunyai perasaan yang sama dengan Vika. Jikalau benar, itu semua sekarang udah berakhir. Kak Dika telah pergi jauh untuk selamanya. Kak Dika nggak bisa membalas cinta yang Vika rasakan saat ini. Dan sebaliknya, Vika pun nggak bisa membalas cinta dari pujaan hatinya itu.
Semoga ini semua bisa menjadi suatu pengalaman yang berarti bagi Vika. Bahwa cinta itu bukan karena kekaguman seseorang, nafsu, ataupun harta. Tapi, cinta itu hadir tanpa disadari dari lubuk hati yang paling dalam dan juga cinta itu sudah direncanakan dengan sebaik mungkin oleh Yang Maha Pencipta. 

THE END


-AD- 

AKU MENCINTAIMU APA ADANYA KAMU !


“Jangan ambil punyaku !” seru adikku ketika aku ingin mengambil kue chocolates kesukaannya.
Uppss sorry, padahal aku sedang tidak berada dekat dengannya. 

Tapi . . . haha, itulah kami. . .
“Ada apa itu ?” suara ibu berteriak.
“Gag ada apa-apa kok bu”, kataku segera pergi ke kamar.
Itulah kehidupanku dengan adikku. Kami sering berkelahi layaknya kucing dan anjing. Sesekali kami akur, kalau bukan aku yang harus mengalah, rumah ini serasa akan dijatuhi bom atom dari atas langit dengan ketinggian 100 meter. Haha, bayangin deh gimana jadinya dilempar bom yang akan meledak dekat dengan dimana kita berada -_-
“Shintany, ayo bantu ibu masak di dapur !” teriak ibuku.
“Iya bu, tunggu sebentar”, jawabku.
Aku Shintany, lahir dalam keluarga sederhana yang setiap hari harus sekolah dan membantu ibuku di dapur layaknya seorang perempuan sulung dalam rumah. Aku harusnya mempunyai kakak laki-laki, tapi itu harus tertunda dulu karena ibuku harus mengalami keguguran saat calon kakakku akan lahir ke Bumi. . .
Andai saja kakakku sempurna akan lahir ke dunia ini, pastinya aku tidak akan pernah berkelahi dengan adikku yang super nakal itu. 
“Shin, cepat dong !” suara ibu memanggilku lagi.
“Iya, baik buu . . .” segera berlari ke dapur.
Aku berlari-lari ke arah dapur, , ,
“BUUKKK !”
“Aduh sakiit”, seru adikku.
“Yaahh, maafin kakak yaa”, (aduhh, aku sebut kata maaf ?! nahh inilah saatnya aku harus mengalah, kalo gag. . . . .)
“Ada apa inii ?? kenapa adikmu, Shin ? apa yang kamu perbuat ?” Tanya ibuku cemas.
“Ngg . . . .”
“Kakak nabrak aku ma, dia lari-lari tadi di dalam rumah”, jawab adikku.
“Shintanyyyyy . . .?!!” kata ibu sambil menghela nafas.
“Iya bu, maaf. Tadi kan ibu yang manggil aku, makanya aku cepat-cepat mau ke dapur”, jawabku.
Nah tau sendiri kan, adikku itu si tukang ngadu. Sedikit salah, harus aku yang minta maaf duluan, kalo gag yaaa aku yang bakalan dimarahi ibu . . .

∞∞∞ 

“Shintany! Cepat bangun, kamu harus sekolah kan ?!” teriak ibu sambil mengetuk pintu kamarku. 
Aku belum juga bangun, entah mimpi apa, sampe-sampe jatuh dari tempat tidur, 
“Gubraak !”
“Aww sakiitt”, rintih suaraku karena jatuh dari tempat tidur dan segera melihat ke arah jam weker.
“ASTAGAA !!! Aku terlambat !” aku tergesa-gesa pergi ke kamar mandi.
Ini adalah tahun ajaran baru, dan hari ini adalah hari senin. Di sekolah pasti penuh dengan murid baru dan upacara pun akan segera di mulai. Bergegas aku pergi ke luar komplek, mencari ojek atau angkot yang bisa memboyong aku dalam waktu 10 menit sampai gerbang sekolahku.
“Wuuuussssss !”
“Mas, cepetan dikit dong ! aku udah terlambat nih”, seruku kepada tukang ojek depan komplek.
“Iya neng, ini juga lagi macet, sabar sedikit neng”, jawab tukang ojek.
“Wahh ini mah aku gag bisa sabar”, seruku dalam hati.
“Ini mas uangnya, sudah sampai sini ajha”, segera aku memberi uang kepada tukang ojek itu dan berlari di tengah kemacetan.
Pintu gerbang akan segera di tutup dan syukurnya aku masih bisa lolos masuk tanpa dikejar-kejar satpam lagi.
Segera aku memakai topi upacaraku dan menyempil masuk ke dalam barisan.
“Kepada Sang Merah Putih, Hormat Geraaakkk !!” suara pemimpin upacara tegas.
Aku pun menaikkan tanganku sejajar pada dahiku, menandakan akupun masih menghormati bendera bangsa tercintaku ini. 
“…… Hiduplah Indonesia Rayaa”, lantunan tim paduan suara sekolahku mengakhiri lagu kebangsaan tersebut.
“Tegaaakk Geraaak !!” pemimpin upacara kembali menyiapkan pasukannya.
“Awhhh !!!” seruku hingga mengenai barisan yang ada di depanku. “Heeii !!!”
“Ssstttt !! Jangan berteriak ! Biarkan aku berbaris di sampingmu. Tutupi aku sebentar saja !” kata seorang cowo yang sepertinya baru saja datang terlambat dan menjadi sasaran guru BK.
Guru BK pun tak melihatnya dan pergi meninggalkan barisan kami.
“Heii kamu ! Kenapa mesti berbaris disini ! Gag ada apa tempat yang lebih luas lagi agar kamu bisa lepas dari tatapan Kepsek yang sedang bicara di depan kita ini ?!” tegurku kesal bicara berbisik kepadanya.
“Maaf ! Aku siswa baru disini. Aku gag tau harus baris dimana”, jawabnya.
“Waahh wahh rupanya kamu siswa baru, kenapa baru pindah saat kelas 3 SMA ?! Tanggung sekali kamu melanjutkannya disini”, kataku.
Hmm,, cowonya sih lumayan. Lumayan apa yaaa ?! Ganteng ? Relatif. Rambut ? Okelah. Hidung ? Gag mancung-mancung amat. Gigi ? Lumayan rata. Haha, sudahlah ini hanya pemikiran kecilku setiap bertemu cowo asing di sekitarku.
“Heii kalian yang berbaris di samping pohon mangga !! Coba kalian maju ke depan !” kata Kepsek yang sepertinya memanggil kami berdua ke depan.
Aku celingukan ke kiri ke kanan melihat siapa yang dipanggil oleh pak kepala sekolah, dan ternyata aku dan cowo nyebelin itu yang dipanggil beliau ke depan.
Kami pun maju dengan wajah sedikit malu, karena kami berbuat ulah dan sampai di suruh maju segala. Huuuhhh, mimpi apa aku semalam ?!!!
Pak kepala sekolah menegur kami dan kami diberi peringatan. Cowo itupun menjelaskan bahwa dia adalah siswa baru di sekolah ini.
Huuhh, akupun keluar dari ruang kepsek dan kembali ke kelas. Aku ngeremon sendiri di lorong menuju kelas gara-gara cowo tadi, hingga aku menoleh ke belakang dan aku melihat bu guru sedang berjalan menuju kelasku dari arah ruangg guru.
Waaa, segera aku berlari ke kelasku lebih cepat. 
“Siap beri salam !” seru ketua kelasku.
“Selamat Pagi, Bu !” sahut kami serempak.
“Haahhh ! Itu kan cowo tadi. Ngapain dia disini ?!” pikirku dalam hati.
“Nahh anak-anak, hari ini kita kedatangan siswa baru pindahan dari Tangerang”, kata bu guru. “Silahkan perkenalkan dirimu”, lanjutnya sambil melihat ke arah cowo itu.
“Terimakasih, Bu!” jawab cowo itu. “Selamat pagi teman-teman. Namaku Rama. Aku pindahan dari Tangerang. Mohon bantuannya”, lanjutnya memperkenalkan diri.
“Rama, sekarang kamu boleh duduk di sebelah Shintany”, kata bu guru sambil menunjuk ke arah bangku kosong di sebelahku.
“Tapi, Bu.. Ini kan tempat duduk Dewii”, sahutku.
“Kemana dia hari ini ?” Tanya bu guru.
“Dia sakit, Bu” jawabku.
“Yaa sudah, biarkan saja Rama menempati bangkunya dulu”, kata bu guru.
“Huuuhh, kenapa mesti cowo ini lagi sih ?! Nanti bisa-bisa aku sial lagi deh”, ucapku dalam hati.
“Haii… Kita ketemu lagi”, sapanya.
Aku hanya senyum kecil saja kepadanya dan segera mengeluarkan buku dari ranselku.
“Kita belum kenalan secara resmi nih”, ucap Rama. “Aku Rama”, lanjutnya sambil menjulurkan tangannya ke hadapanku.
Dalam hatiku, “Gag bisa apa yaa kenalan nanti ajha ?! Gag tau apa kalo ini guru lumayan galak kalo ada siswa yang gag perhatiin pelajarannya !”
“Hmm, aku Shintany”, jawabku sambil bersalaman dengannya.
“Mohon bantuannya ya Shin, aku blom tau banyak disini”, kata Rama.
“Iyaiyaa nanti aku bantu”, jawabku singkat, padat, dan jelas.
“Terimakasih cantiik”, ucap Rama sedikit pelan.
“Whaaatttt !!!” teriakku terkejut.
“Ada apa Shintany ?” Tanya bu guru. 
“Ngg. . . Gag ada apa-apa kok, Bu. Kakiku hanya keinjak”, jawabku.
“Kamu ini mengganggu saja, ayoo maju ke depan kerjakan soal di papan !” ucap bu guru.
“Alamaaaakkk ! Ketiban sial apa lagi aku iniii . . . Huuuhh”, seruku sambil berdiri keluar dari bangkuku.
“Semua ini gara-gara Ramaaaaa !!!” omelku dalam hatii.

∞∞∞ 

“Krrriiinnggg, kriiiingggg, krriiingg”, bel pulang berbunyi. 
Segera aku merapikan buku serta alat tulisku dan bergegas lari keluar kelas.
“Shin, tunggu Shin !” ucap Rama sambil mengejarku.
Aku berlari menghindari Rama di tengah keramaian siswa lain yang berjalan di lorong kelas.
“Shintany tungguu !!” kata Rama sambil memegang tanganku.
“Awwwhhh !” jeritku kesakitan karena tanganku terkena paku di dinding lorong ketika Rama menarik tanganku.
“Astagaa !! Maafkan aku . . Tanganmu berdarah, sini aku obatii”, seru Rama di tengah keramaian.
“Gag usah, Ram ! Aku buru-buru harus cepat pulang”, ucapku sambil melepaskan tanganku dari genggamannya.
“Tapii Shin . . . . . “, teriak Rama.
Akhirnya aku berhasil kabur dari cowo baru itu. Huuuhh, leganyaaa . . . . .
Awhh tapi tanganku berdarah karena kejadian tadi, segera aku keluarkan saputangan putih dari saku rokku. Menutupi dulu lukaku agar tidak terinfeksi. Celingak-celinguk ke kanan dan ke kiri gag ada angkot dan tukang ojek yang lewat karena kemacetan sedang melanda di depan area sekolahku. Akhirnya akupun berjalan diatas aspal panas di siang hari ini -_-
“Akuu pulangg !” seruku membuka pintu.
Berlari ke dapur, membuka kulkas, ‘suuiing suuingg’ deh semilir angin dingin di lemari es ini. 
“Bu, di sebelah ada tetangga baru ya ?” tanyaku sambil meminum air es dari kulkas.
“Iya Shin, cepat gantii bajumu, belikan ibu tepung terigu di warung depan yaa”, kata ibu.
“Huufhht, bisakah hidupku tenang sebentarr ?!” kataku sambil berjalan ke arah kamarku.
Setelah ganti baju, aku pun pergi ke warung depan seperti pinta ibuku tadi.

∞∞∞ 

“Ramaa ! kemari sebentar cepat bantu ibuu !” seru ibu Rama. 
“Ada apa, Bu ?” tanya Rama.
“Tolong berikan kue ini ke tetangga sebelah, bilang saja ini dari ibu sebagai tanda perkenalan kita sebagai warga baru”, kata ibu Rama.
“Iya baik, Bu”, ucap Rama segera pergi.
“Permisii !!! Selamat siang !” kata Rama sambil mengetuk pintu.
“Oh iya, ada apa nak ?” sahut ibuku.
“Ini ada sedikit kue dari ibu di rumah, Tante. Mohon diterima”, ucap Rama ramah.
“Ooo kamu anak tetangga baru itu ?” tanya ibuku.
“Iyaa, Tante. Kami pindahan dari Tangerang. Mohon bantuannya yaa tante”, jawab Rama lagi.
“Ohh iya, terimakasihh banyak yaa. . Siapa namamu ?” tanya ibuku.
“Aku Rama, Tante”, jawab Rama.
“Ayoo Rama silahkan masuk”, ibuku mempersilahkan dia masuk.
“Oh lain kali saja, Tan. Aku masih harus membantu ibu lagi”, kata Rama.
“Ooo iya baiklah kalau begitu, salam sama keluarga di rumah yaa”, seru ibuku.
“Iya, Tante. Aku permisi dulu yaa”, ucap Rama pamit.
Rama pun pergi dan tidak jadi mampir ke rumahku, dann . . . . .
“Aduuhh !!” rintihku karena tertabrak orang di depan rumahku. “Kalau jalan hati-hati donk, Mas !”
“Maaf, Mbak !” kata Rama.
(Saling menatap ke depan dari yang semula marah sampaii akhirnya . . . . . )
“Shintany !” seru Rama.
“Kamuu !!” seruku terkejut. “Ngapain kamu ada disini ? Kamu ngikutin aku yaa ?!!”
“Gag kok, aku tetangga baru disini. Oh ini rumahmu yaa ?” tanya Rama.
“Iya ini rumahku, emang kenapa ?!” kataku dengan nada marah.
“Kok galak amat sih kamu, Shin ?” ucap Rama polos.
“Iya, emang aku galak ! Trus mau apa ?!!” jawabku judes sambil masuk ke dalam rumah dan menutup pintu dengan keras.
“Salahku apa yaa ? Kok marah-marah mulu’ tuh anak ?!” pikir Rama dalam hati.

∞∞∞ 

“Ibuuuuu !!!” teriakku. 
“Ada apa sih, Shin ? Kok baru datang teriak-teriak ?!” tanya ibu.
“Ngapain tuh anak ke rumah kita ?” tanyaku ketus.
“Siapa ? Rama ?? Kan dia tetangga baru kita, Shin. Dia cuma mau kasi kita kue ajha kok. Kamu sudah kenal dengan dia ?” kata ibu.
“Ibu tau siapa dia ?? Dia itu murid baru di kelasku yang setiap aku ketemu dia pasti aku sial !” jawabku sambil meneguk segelas air dingin.
“Waawww . . . kok bisa yaa ?! jangan-jangan kamu jodoh kali sama Rama, Shin”, ucap ibu menggoddaku.
“Ihhh ibu apaan sih !” kataku sambil pergi ke kamar.
Aku pun pergi ke kamar, naik ke tempat tidur, dan segera memeluk guling kesayanganku dan berharap tak ada seorang pun yang mengganggu tidur siangku kali ini.
. . . . . . . . zzz Zzzzz. . . .
“Kaaakkk !!! Ayo anterin aku donk !” seru adikku sambil mengetok pintu dengan keras.
Aku sebenarnya males bangun, baru sebentar tidur sudah diganggu. Huuhhh. Gulingku tetap menutup telingaku dengan erat.
“Kaaakkkk !!!!!!” teriak adikku.
Aku pun terpaksa bangun dari tidurku. Walaupun rasanya badan ini berat sekali untuk bangkit. 
“Iyaiyaa, tunggu sebentar !” jawabku setengah sadar.
Aduuhhh, sumpah deh demi apapun, aku MALASS ! Huuhh, sepeda dengan cepat ku keluarkan, , ,
Adikku pamit kepada ibuku, dan aku, , , “ahh biarin ajha deh” . .
“Bu, aku pergi !” teriakku sambil meninggalkan rumah.
“Wuuuussss !” Seperti sepeda motor dengan kecepatan 80 km/jam nih sepedaku.
“Kak, pelan-pelan dong”, ucap adikku.
“Udahh, tenang ajha”, kataku.
Hingga di depan komplek rumahku . . .
“Kaakk, awaasss !” adikku menjerit.
“Waaaaaaaaaaaa !!!”
Sepeda yang kukendarai menabrak sebuah mobil Jazz biru, syukurnya adikku selamat, dan aku . . .
“Shin, Shintany, kamu gag kenapa-kenapa ?” terdengar sebuah suara ketika aku mulai siuman.
“Aku dimana ?” ucapku kebingungan.
“Kamu di rumah sakit, Shin” kata ibuku.
Ketika aku ingin menegakkan badanku, tiba-tiba . . .
“Bu, kenapa kakiku ? kenapa tidak bisa digerakkan ?!!” ucapku histeris.
“Sabar sayang, ibu panggilkan dokter dulu”, kata ibuku panic.
Dokterpun datang dan memeriksaku. Kata dokter tulang kaki kananku patah dan harus memakai kursi roda untuk sementara waktu. Aku menangis mendengar kabar tersebut. Kenapa bisa begini kejadiannya.
“Shin, kamu gag kenapa-kenapa kan ?” tanya seorang cowo yang tiba-tiba datang dan ternyata adalah Rama.
“Ngapain kamu kesini ?” ucapku kesal.
“Shin, nak Rama yang membawamu kesini”, kata ibuku.
“Kenapa mesti dia, Bu ?! Apa dia yang menabrakku tadi ? Jawab, Bu !” tanyaku.
Ibuku terdiam, dan bingung harus berkata apa kepadaku.
“Iya, aku yang menabrakmu, Shin. Ketika kamu mengendarai sepeda bersama adikmu dan berjalan keluar komplek. Aku minta maaf, Shin” ucap Rama sedih.
“Apa perlu kata maaf ?! Sekarang aku tidak bisa apa-apa lagi ! Pergi kamu dari sini, Ram ! Aku gag mau lihat wajahmu lagi ! Dari awal kita ketemu, kamu udah bikin aku sial !” teriakku geram. “Pergiii !!!”
Rama terlihat sedih ketika aku berkata demikian. Entah apa yang udah aku perbuat. Aku terlalu berpikir buruk tentang dia. Dari awal aku terus menyalahkan dia. Pertama kita ketemu sejak upacara itu. Sebenarnya itu gag sepenuhnya salah dia. Coba ajha kalau waktu itu aku membiarkannya baris di dekatku dan tidak berteriak ketika dia mengajakku bicara, pasti kita gag bakalan dipanggil kepsek. 
Kemudian, waktu di kelas. Coba ajha aku gag teriak dan gag menghiraukan apa yang dia katakan, pasti bu guru juga gag bakalan manggil aku ke depan.
Dan terakhir, saat aku kecelakaan, itu juga bukan sepenuhnya salah dia. Aku yang terlalu terburu-buru karena aku gag sabaran ingin cepat-cepat kembali tidur setelah mengantar adikku. Tapi kenapa semuanya kusalahkan kepadanyaa ?! 
Beberapa bulan setelah kejadian itu, aku tidak pernah mendengar kabar dari Rama lagi. Dia gag pindah sekolah sih katanya, tapi aku jarang lihat dia. Sekarang aku gag menggunakan kursi rodaku lagi, aku sudah menggunakan satu tongkat saat ini. Aku merasa bersalah sekali. Aku bener-bener gag enak sama dia.
“Shin, ke Perpus yuk ?!” ajak Dewi.
“Ayoo, Dew”, jawabku.
Aku pun pergi ke perpus ikut nemenin Dewi cari-cari buku baru di Perpustakaan.
“Shin, aku kesana dulu yaa ?!” ucap Dewi.
“Iya, Dew”, kataku. 
Si Dewi kalau udah di perpus, pasti lama banget lihat-lihat bukunya. Yaah daripada aku juga bete’, lebihh baik ikut lihat-lihat buku deh.
Ketika aku ingin mengambil sebuah buku di bagian sastra, buku lain ikut terjatuhhh . . .
“Waaa !”
“Ada apa itu ?” tegur penjaga perpustakaan.
“Maaf, Pak. Akan ku bereskan semuanya”, kataku.
Ketika aku ingin membereskannya, tiba-tiba ada seorang cowo yang membantuku membereskan buku-buku tersebut. . .
“Sini biar aku bantu”, ucapnya.
Ketika aku mengambil dan membereskan buku-buku itu, aku menoleh ke arahnyaa, dan . . .
“Ramaa !” ucapku kaget.
“Shintany ?!” balas Rama. “Ini bukunya, Shin. Lain kali hati-hati yaa. Maaf, aku harus pergi”, lanjut Rama terburu-buru.
“Tunggu, Ram ! Kamu masih marah ya sama aku ?” tanyaku.
“Ngg . . . .” (Rama terdiam)
“Bisa kita ngomong sebentar ? Tapi gag disini ya”, kataku.
Aku pun mengajak Rama pergi ke pohon Cinta di belakang sekolah, kami kayak patung di bawah pohon ini. Aduhh, kok jadi gugup begini yaa . . . ?!
“Ram, maafin aku yaa ?! Kamu masih marah ya sama aku ? Aku bener-bener minta maaf”, ucapku serius.
“Hmm . . Siapa yang marah, Shin ?” kata Rama.
“Yaa, kamu Ram. Setelah perkataanku kepadamu beberapa bulan lalu”, jawabku gugup.
“Ohh, Aku gag marah kok”, jawabnya singkat.
“Tapi kenapa kamu menghindar dari aku semenjak kejadian itu ?” tanyaku cemas.
“Siapa yang menghindar, Shin ?! Aku belakangan ini sibuk belajar ajha. Aku sekarang ikut kelas akselerasi, aku ikut percepatan kelas, makanya aku jarang keluar kelas belakangan ini, tapi aku sering ke perpus kok”, jawab Rama.
“Ohhh”, (aduhh kok jadi deg-degan gini yaa ?!)
“Shin ??” tegur Rama.
“Iyaa, Ram”, jawabku.
“Kok diam ?” tanya Rama.
“Ngg . . . . . “ (aku bingung mesti gimana sekarang)
“Shin, , , (Rama megang tangan aku) sebenernya aku udah siapin ini sejak lama. Aku takut ungkapin ini karena kamu galak banget sihh . . . Sebenernya dari pertama kita ketemu, aku udah suka sama kamu. Kamu cantik, kamu polos, kamu apa adanya Shin. Dan aku suka itu”, ucap Rama sambil menatap aku. “Sebenernya hari saat kamu kecelakaan itu aku ingin mengajakmu pergi, aku ingin mengenalmu lebih dekat, tapi kamu sudah terlanjur benci kepadaku”, lanjutnya.
Aku terdiam, sambil mencubit tanganku tak percaya ini mimpi atau tidak. . .
“Kamu gag mimpi, Shin ! Aku serius. Kamu juga suka kan sama aku ?”ucap Rama sedikit PeDe.
“Apaan sih kamu, Ram ?! kataku sambil melepas genggamannya.
“Shin ! Tatap aku ! Bilang kalo kamu mau membalas cintaku !” ucap Rama serius.
“Iyaaa, Ram…. Aku juga suka sama kamu !” jawabku sambil meneteskan air mata.
Rama menatap tajam mataku dan kemudian memelukku.
“Tapi sekarang aku pincang, Ram. Aku sekarang harus menggunakan tongkat ini saat berjalan”, ucapku sedih.
“Aku gag peduli, Shin ! Yang penting AKU MENCINTAIMU APA ADANYA KAMU ! 

titik !!!”
Rama pun memelukku erat tubuhku lagi dan aku terharu hingga meneteskan airmata . . . 


∞∞∞

THE END


-AD-