TUGAS BIOLOGI MOLEKULER
“BIOSINTESIS DNA DAN REGULASI”
Disusun oleh:
Lutfan Suyudi (115130100111005)
Evris Hikmat (115130100111014)
Putik Chiptadining Larasati (115130101111001)
Ni Made Artari Dewi (115130101111006)
Adi Nalurika (115130101111011)
Yessy Puspitasari (115130101111021)
Widya Alif Suandini (115130107111003)
Chandra Afyan Pratama (115130107111009)
PKH A 2011
PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
DNA sebagai bahan genetic karena
DNA dapat mewariskan sifat-sifat organisme induk, sudah diidentifikasi pada
pertengahan abad 20. Genom adalah sepotong DNA/segment DNA yang menyandi
protein mengandung semua informasi genetic yang dimilikinya. Dengan penemuan
ini ditemukan bagaimana informasi genetic diwariskan dan diekspresikan.
Mekanisme molekuler dari pewarisan
melibatkan proses yang dikenal sebagai replikasi, dimana rantai DNA induk
berfungsi sebagai cetakan untuk sintesis salinan DNA (Baumforth and Crocker, 2003).
Ekspresi gen di dalam sel
memerlukan dua proses, transkripsi dimana DNA berfungsi sebagai “template” dan
ditranskripsikan menjadi mRNA dan translasi dimana informasi pada RNA akan
diterjemahkan menghasilkan protein. Pengaturan ekspresi gen pada sel eukariotik
hanya memungkinkan ekspresi sebagian kecil genom dalam suatu waktu, sehingga
sel dapat menjalani perkembangan dan differensiasi. Ini memerlukan suatu
pengaturan melalui mekanisme yang rumit. Untuk suatu gen spesifik, pengaturan
dapat terjadi secara bersamaan di berbagai factor bekerja bersamaan untuk
merangsang dan menghambat ekspresi suatu gen.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apakah pengertian dari DNA?
2. Apakah pengertian dari biosintesis atau replikasi
DNA?
3. Bagaimana mekanisme replikasi DNA?
4. Bagaimana proses replikasi dan perbaikan DNA?
5. Apakah pengertian dari regulasi DNA dan apa yang
terjadi dalam keadaan ini?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari DNA
2. Untuk mengetahui pengertian dari biosintesis atau
replikasi DNA
3. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme replikasi
DNA
4. Untuk mengetahui bagaimana proses replikasi dan
perbaikan DNA
5. Untuk mengetahui pengertian dari regulasi DNA dan
apa yang terjadi dalam keadaan ini
BAB II
ISI
Biosintesis DNA
adalah proses perakitan alami dari DNA. Biosintesis DNA terjadi sebelum
pembelahan sel (khususnya pada eukariot). Biosintesis DNA sangat penting dalam
pembelahan sel karena setiap sel anakan harus memiliki materi genetik yang
sama, materi genetik yang tidak sesuai akan menyebabkan sel menjadi abnormal. Biosintesis
DNA juga disebut replikasi DNA karena dalam prosesnya memerlukan DNA template
untuk merakit DNA baru. Ada perbedaan antara proses biosintesis DNA prokariot
dan eukariot walaupun secara garis besar sama.
I.
PENGERTIAN
DNA
DNA
(deoxyribonucleic acid) atau asam deoksiribosa nukleat (ADN) merupakan tempat
penyimpanan informasi genetik. DNA merupakan makromolekul polinukleotida yang
tersusun atas polimer nukleotida yang berulang-ulang, tersusun rangkap,
membentuk DNA heliks ganda dan berpilin ke kanan. Setiap nukleotida terdiri
dari tiga gugus molekul, yaitu:
- Gula
5 karbon (2-deoksiribosa)
- Basa
nitrogen yang terdiri dari golongan purin serta golongan pirimidin
- Gugus fosfat
II.
REPLIKASI
DNA (SINTESIS DNA)
Replikasi adalah
peristiwa sintesis DNA. Replikasi DNA adalah proses penggandaan rantai ganda
DNA. Pada sel, replikasi DNA terjadi sebelum pembelahan sel. Prokaryota
terus-menerus melakukan replikasi DNA. Sedangkan pada eukaryota waktu
terjadinya replikasi DNA sangat teratur, yaitu pada fase S siklus sel sebelum
mitosis atau meiosis I. Penggandaan tersebut memanfaatkan enzim DNA polimerase
yang membantu pembentukan ikatan antara nukleotida-nukleotida penyusun polimer
DNA (Cooper
GM and Hausman RE, 2004).
Biosintesis DNA
pada prokariot diinisiasi oleh protein (enzim) yang berikatan pada suatu daerah
pada DNA yang bernama DnaA box. Terikatnya protein (dalam hal ini DnaA) pada
DnaA box menyebabkan daerah tersebut terpilin sehingga daerah DnaB box meleleh
(ikatan hidrogen antara basa nitrogen terlepas). Daerah tersebut kemudian diisi
oleh hexameric helicase (6 protein DnaB) yang nantinya membentuk garpu
replikasi. Proses tersebut bergantung pada rasio ATP pada ADP karena ATP
diperlukan untuk melelehkan DnaB box.
Inisiasi
biosintesis DNA pada eukariot hanya terjadi pada waktu tertentu dan lebih rumit
daripada prokariot. Pra-inisiasi biosintesis DNA pada eukariot dimulai dengan
tidak adanya aktivitas CDK (cyclin dependent-kinase) pada sel (Dhulipala, et all, 2006). Kemudian
terbentuk pre-initiatio replication complex (pre-RC) yang awalnya akan terdiri
dari origin recognition complex (ORC) yang berikatan dengan origin (daerah DNA
template untuk replikasi). Kemudian terdapat
protein Cdc6/Cdc18 dan Cdt1 yang berguna untuk mengkoordinasi pengikatan mini
chromosome maintenance (MCM).
Berikatannya MCM
dengan pre-RC akan menginisiasi terjadinya replikasi. Setelah inisiasi dan
aktivasi, maka DNA mengalami elongasi. Pada tahap ini terjadi baru terjadi
sintesis DNA. Replikasi terjadi pada kedua cabang garpu replikasi. Replikasi
terjadi dengan dua jenis strand yang menunjukkan proses yang berbeda (leading
strand dan lagging strand). Hal ini terjadi karena sintesis harus terjadi dari
5’ ke 3’ (5’ dan 3’ menunjukkan atom C pada gula deoxyribosa dengan posisi
relative dari helicase). Leading strand adalah cabang dari garpu replikasi
dimana sintesis terjadi langsung dari 5’ ke 3’ sehingga sintesis DNA baru oleh
polymerase terjadi secara langsung.
Proses replikasi
diperlukan ketika sel akan membelah diri. Pada setiap sel kecuali sel gamet,
pembelahan diri harus disertai dengan replikasi DNA agar semua sel turunan
memiliki informasi genetik yang sama. Pada dasarnya proses replikasi
memanfaatkan fakta bahwa DNA terdiri dari dua rantai dan rantai yang satu
merupakan “konjugat” dari rantai pasangannya. Dengan mengetahui susunan satu
rantai maka susunan rantai pasangan dapat dengan mudah dibentuk. Ada beberapa
teori yang mencoba menjelaskan bagaimana proses replikasi DNA terjadi. Salah
satu teori yang paling populer menyatakan bahwa pada masing-masing DNA baru
yang diperoleh pada akhir proses replikasi; satu rantai tunggal merupakan
rantai DNA dari rantai DNA sebelumnya, sedangkan rantai pasangannya merupakan
rantai yang baru disintesis. Rantai tunggal yang diperoleh dari DNA sebelumnya
tersebut bertindak sebagai “cetakan” untuk membuat rantai pasangannya.
Replikasi DNA
hanya berlangsung sekali untuk setiap sekali pembelahan sel, replikasi DNA
harus terpadu dengan pembelahan sel. Replikasi DNA harus mendahului pembelahan
sel agar sebelum proses pembelahan sel berlangsung, telah tersedia material
genetik untuk dialihkan kepada masing- masing gen turunan.
Kemungkinan
terjadinya replikasi dapat melalui tiga model, yaitu:
- Model
konservatif, yaitu dua rantai DNA lama tetap tidak berubah, berfungsi sebagai
cetakan untuk dua rantai DNA baru.
- Model
semikonservatif, yaitu dua rantai DNA lama terpisah dan rantai baru
disintesis dengan prinsip komplementasi pada masing-masing rantai DNA lama
tersebut.
- Model
dispersif, yaitu beberapa bagian dari kedua rantai DNA lama digunakan
sebagai cetakan untuk sintesis rantai DNA baru.
III.
MEKANISME
REPLIKASI DNA
Proses replikasi
diawali dengan pembukaan untaian ganda DNA pada titik-titik tertentu
disepanjang rantai DNA. Proses pembukaan rantai DNA ini dibantu oleh enzim helikase
yang dapat mengenali titik-titik tersebut dan enzim girase yang mampu membuka
pilinan rantai DNA. Setelah cukup ruang terbentuk, akibat pembukaan untaian
ganda ini DNA polimerase masuk dan mengikat diri pada kedua rantai DNA yang
sudah terbuka secara lokal tersebut. Proses pembukaan rantai ganda tersebut
berlangsung disertai dengan pergeseran DNA polimerase mengikuti arah membukanya
rantai ganda. Monomer DNA ditambahkan di kedua sisi rantai yang membuka setiap
kali DNA polimerase bergeser. Hal ini berlanjut sampai seluruh rantai telah
benar-benar terpisah. Proses replikasi DNA merupakan proses yang rumit namun
teliti. Proses sintesis rantai DNA baru memiliki suatu mekanisme yang mencegah
terjadinya kesalahan pemasukan monomer yang dapat berakibat fatal. Karena
mekanisme inilah kemungkinan terjadinya kesalahan sintesis amat kecil.
IV.
REPLIKASI
DAN PERBAIKAN DNA
Selama replikasi
DNA, pemasangan basa memungkinkan untai DNA yang ada bertindak sebagai cetakan
untuk untai komplementer yang baru. Berikut adalah konsep dasar replikasi DNA:
Sebelum
melakukan replikasi, molekul induk mempunyai dua untai DNA komplementer. Setiap
basa dipasangkan oleh ikatan hidrogen dengan pasangan spesifiknya, A-T dan G-C
(Lapenna and Giordano, 2009).
Langkah pertama
replikasi adalah pemisahan kedua untai DNA.
Setiap untai
yang “lama” berfungsi sebagai cetakan yang menentukan uraian nukleotida di
daerah yang spesifik di sepanjang permukaan cetakan berdasarkan aturan
pemasangan basa. Nukleotida baru tersebut disambung satu sama lain untuk
membentuk tulang belakang gula-fosfat dari untai baru. Setiap molekul DNA
sekarang terdiri dari satu untai “lama” dan satu untai “baru”.
Satu tim besar
yang terdiri dari enzim dan protein lain menjadi pelaksana replikasi DNA.
Replikasi dimulai di pangkal replikasi. Cabang replikasi bentuk Y terbentuk
pada ujung-ujung berlawanan dari gelembung replikasi dimana kedua untai DNA
berpisah. DNA polimerase mengkatalis sintesis untai-untai DNA baru, bekerja
dalam arah 5’ 3’. Sintesis DNA pada
cabang replikasi menghasilkan leading strand yang kontinyu dan segmen-segmen
pendek, diskontinyu dari lagging strand. Fragmen-fragmen ini kemudian disambung
oleh DNA ligase. Sintesis DNA harus bermula pada ujung dari suatu primer yang
merupakan segmen pendek RNA. Enzim mengoreksi DNA selama replikasinya dan
memperbaiki kerusakan pada DNA yang ada. Pada perbaikan salah pasang, protein
mengoreksi DNA yang bereplikasi dan memperbaiki kesalahan dalam pemasangan
basa. Pada perbaikan eksisi, enzim perbaikan memperbaiki DNA yang dirusak agen
fisis dan kimiawi.
Ujung-ujung
molekul DNA linear dari kromosom-kromosom eukaryotik disebut telomer, memendek
pada setiap replikasi. Enzim telomerase, terdapat di dalam sel tertentu dapat
memperpanjang kembali ujung-ujung ini.
V.
REGULASI
DNA
Regulasi
(pengaturan ekspresi) DNA (diawali dari
penemuan operon
laktosa pada prokariota),
perakitan teknik PCR,
transformasi genetik, teknik
peredaman gen (termasuk interferensi RNA),
dan teknik mutasi terarah (seperti Tilling).
Sejalan dengan penemuan-penemuan penting itu, perkembangan di bidang biostatistika,
bioinformatika
dan robotika/automasi
memainkan peranan penting dalam kemajuan dan efisiensi kerja bidang ini.
Regulasi
pada prokariot
Regulasi ekspresi gen
banyak dimengerti melalui
mekanisme yang dipelajari pada
bakteri. Sistem regulasi
yang pertama dimengerti
ialah system regulasi operon
laktosa pada bakteri E. coli oleh Jacob dan Monod. Regulasi ini berperan
dalam mengatur produksi enzim β−galaktosidase, ketika bakteri harus memilih
menggunakan laktosa atau glukosa sebagai sumber karbonnya (Xiao, et all, 2003).
Berikut ini akan dijelaskan dua sistem regulasi yang paling umum
dilakukan pada bakteri, yaitu sistem operon laktosa (operon lac) dan
sistem operon triptopan (operon trp). Pada
operon lac ekspresi
gen diatur pada
tingkat promotor, yaitu mengatur kontak
antara promotor dengan
enzim transkriptase (pengendali transkripsi). Pada operon trp
ekspresi diatur dengan cara menghentikan transkripsi bila produk
trankripsi, yaitu triptofan, sudah
mencapai kuantitas yang dibutuhkan.
- Sistem Regulasi Operon laktosa
Laktosa adalah gula bisakarida, yaitu gula yang tersusun atas dua
molekul gula sederhana, yaitu
glukosa dan galaktosa.
Laktosa dapat diuraikan
menjadi glukosa dan galaktosa dengan bantuan enzim β−galaktosidase.
Bakteri E. coli dalam hidupnya dapat memanfaatkan baik laktosa
maupun glukosa tergantung gula
mana yang tersedia
dilingkungan. Bakteri E.
coli mempunyai kemampuan mensisntesis β−galaktosidase
sehingga bila laktosa yang dimanfaatkan
sebagai sumber karbon
maka bakteri tersebut
akan mampu mengubah laktosa
menjadi glukosa dan galaktosa. Namun bila tersedia laktosa dan glukosa maka
bakteri akan memilih
glukosa sebagai sumber
karbon, karena glukosa merupakan
gula yang lebih
langsung dimanfaat dalam
proses metabolisme.
Kemampuan bakteri untuk
memilih laktosa dan
glukosa sebagai sumber karbon
telah memunculkan pertanyaan
apakah bakteri akan
tetap mensintesis β−galaktosidase
seandainya glukosa yang jadi pilihan. Jawabannya ialah bahwa bakteri mampu mengatur ekspresi gen penyandi β−galaktosidase
sesuai dengan pilihan sumber karbon yaitu laktosa atau glukosa.
Kehadiran laktosa pada media tumbuh akan mendorong terjadinya ekspresi
operon laktosa atau
terjadi sintesis β−galaktosidase.
Berarti kehadiran laktosa harus mampu melepaskan protein
regulator dari promotor agar terjadi ekspresi gen
lac-Z, untuk menghasilkan
β−galaktosidase.
Dalam sistem regulasi
ini laktosa yang
diambil oleh bakteri dapat berinteraksi dengan protein regulator dan asosiasi yang akan
mengubah konfigurasi molekul
protein regulator. Perubahan konfigurasi pada
protein represor menyebabkan
protein tersebut menjadi
tidak mampu berasosiasi dengan operator. Dengan tidak adanya inhibitor
pada promotor maka transkriptase menjadi tidak terhalang untuk melakukan
inisiasi transkripsi, dan terjadi ekspresi gen-gen pada operon laktosa.
- Sistem Regulasi Operon trp
Pada operon trp terdapat
lima gen struktural yaitu trp-E, trp-D. trp-C, trp-B,
dan trp-A, dan satu
gen pengawal yaitu trp-L yang berfungsi dalam regulasi. Gen
trp-E sampai trp-A keseluruhannya menyandikan
enzim yang berperan dalam satu lintasan
metabolisme triptofan. Trp-L
merupakan gen yang
paling dekat pada promotor.
Regulasi ekspresi
operon trp berbeda
dengan regulasi operon
lac; pada operon lac regulasi dilakukan
pada tingkat inisiasi atau pada tingkat promotor,
sedangkan regulasi operon trp
berlangsung pada tingkat RNA hasil transkripsi.
Pada operon
trp satu gen
pengawal (trp-L) yang
terletak tepat di
belakang promotor, berfungsi sebagai
regulator. Inisiasi transkripsi,
pada promotor, akan berjalan tanpa hambatan dan
transkriptase masuk ke ruas trp-L. Regulasi
berlangsung pada saat enzim transkriptase berada pada ruas trp-L, yang akan menentukan apakah transkripsi akan berhenti pada trp-L
atau dilanjutkan ke ruas gen yang ada di belakangnya (trp-E sampai trp-A).
Regulasi
pada eukariot bersel ganda
Bagian terbesar dari eukariot adalah mahluk bersel banyak. Regulasi
ekspresi gen berjalan pada
berbagai tingkatan, mulai
dari tingkat gen
sampai tingkat jaringan. Regulasi
ini berjalan sehubungan dengan proses diferensiasi sel, dalam rangka
pembentukan berbagai jaringan dan organ, dan juga berjalan karena ada kebutuhan
tertentu, yang berhubungan dengan siklus biologi.
BAB III
PENUTUP
DNA heliks ganda
tereplikasi menjadi 2 DNA heliks ganda, di mana ke-2 DNA heliks ganda mewarisi
masing-masing 1 pita DNA induk. Oleh karena itu tipe replikasi DNA adalah
semikonservatif. Replikasi DNA dimulai dari tempat yang disebut awal replikasi (origin of replication).
Replikasi DNA
dimulai dengan terbukanya pita DNA heliks ganda di daerah awal replikasi.
Dengan terputusnya ikatan antarbasa, maka enzim DNA polimerase dapat bekerja
menyintesis pasangan basa baru. Dengan demikian, masing-masing pita DNA
berperan sebagai cetakan (template)
bagi DNA anakan. Replikasi DNA bergerak 2 arah (biodireksi) dengan enzim DNA polimerase berbeda untuk masing-masing
arah. Replikasi berakhir ketika kedua enzim DNA polimerase bertemu (sekitar 180°
dari awal replikasi). Masing-masing DNA
polimerase menyintesis 2 pita DNA anakan dengan cetakan 2 pita induknya. Karena
DNA polimerase bergerak satu arah (dari 3’ ke 5’ DNA induk atau 5’ ke 3’ DNA
anakan), maka terjadi 2 tipe sintesis pita DNA anakan yaitu pita menerus (leading strand) dan pita
sendat (lagging strand). Pita
menerus adalah pita DNA anakan yang dicetak tanpa putus. Pita sendat adalah
pita DNA anakan yang dicetak terputus-putus. Urutan replikasi DNA adalah
pemisahan 2 pita DNA induk, sintesis RNA primer, sintesis DNA anakan,
pengantian RNA primer dengan DNA, dan penyambungan pita DNA anakan (menjadi
pita sirkuler).
DAFTAR PUSTAKA
Baumforth and
Crocker. 2003. Molecular and
Immunological Aspects of Cell Proliferation, in Molecular Biology in Cellular
Pathology. Wiley.
(http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/0470867949.ch6/summary)
Cooper GM and Hausman RE. 2004. The Cell: A Molecular Approach, Fifth
Edition, ASM Press and Sinauer Associates, Inc.
Dhulipala, V.C., Welshons, W.V., and Reddy, C.S., 2006. Cell Cycle Proteins in Normal and Chemically
Induced Abnormal Secondary Palate Development: a Review, Human Exp. Toxicol. 25:
675-682.
Lapenna, S., and
Giordano, A. 2009. Cell Cycle
Kinases as Therapeutic Targets for Cancer, Nat. Rev. Drug Discov. 8(7):
547-566.
Xiao, Z., Chen, Z., Gunasekera, A.H., Sowin, T.J.,
Rosenberg, S.H., Fesik, S., and Zhang,
H. 2003. Chk1 Mediates S and G2 Arrest
Through Cdc25A Degradation in
Response to DNA-Damaging Agents, J.
Biol. Chem. 278(24): 21767-21773.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar